Kita tidak pernah tahu karya yang mana yang mampu menginspirasi banyak orang, maka pastikan yang kita tulis adalah kebenaran.
|
|
Rencana kenaikan harga Liquid Petroleum Gas (LPG) ukuran 12 kilogram (kg) yang diusulkan PT Pertamina (Persero) mengundang kontroversi baik dari kalangan rakyat maupun pemerintah. PT Pertamina merencanakan akan menaikkan harga LPG menjadi Rp 95.600 per tabungnya dari sebelumnya Rp70.200 per tabung pada bulan Maret 2013 mendatang. Hal itu jelas bukan tanpa sebab. Banyak hal yang menjadi faktor adanya rencana itu. Salah satunya adalah meningkatnya biaya produksi produk LPG non subsidi tersebut. Naiknya biaya produksi ditopang melonjaknya harga LPG internasional sesuai patokan Contract Price (CP) Aramco. Efek dari itu serta rendahnya harga jual menyebabkan PT Pertamina mengalami kerugian dalam bisnis LPG non subsidi 12 kg. PT Pertamina masih mempertahankan harga jual LPG di level rendah, sementara bahan baku terus melonjak naik. Selain faktor tersebut, PT Pertamina juga mengungkapkan bahwa rencana kenaikan harga LPG tersebut dikarenakan biaya operasional yang naik dan juga adanya kebijakan pemerintah yang melarang kendaraan pengangkut LPG menggunakan BBM bersubsidi.
0 Comments
Branding yourself ? Membuat 'merek diri' ? Yap, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Dosen saya mengatakan hal itu ketika saya berada di kelas mata kuliah Manajemen Pemasaran. Sama halnya dengan barang atau jasa yang diperdagangkan, manusia juga harus mempunyai brand pada dirinya sendiri. Untuk apa ? Salah satunya untuk 'menjual diri', tentu dalam artian yang positif. Kembali pada fungsi brand itu sendiri yakni sebagai tanda pengenal dan juga alat promosi, maka manusia juga diharapkan mempunyai sesuatu yang memorable sebagai brand dirinya karena ada quote yang mengatakan "bila tidak diingat berarti tidak ada". Pernahkah Anda merasa bahwa guru Anda hanya 'menjejalkan materi' tanpa Anda sadar sampai saat ini bahkan Anda tak tahu esensinya ? Jangan heran terhadap hal tersebut. Hal itu sangatlah lumrah dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kebanyakan sekolah-sekolah bahkan perguruan tinggi di Indonesia hanya mencetak 'robot', bukan manusia. Rasanya tak berlebihan jika saya mengatakan hal tersebut. Bagaimana tidak jika setelah lulus mereka hanya menjadi 'robot' yang mempunyai keterampilan tanpa dibekali dengan hal-hal yang berhubungan dengan sisi kemanusiaan. Lalu apa bedanya mendidik dan mengajar ? Sederhananya, mendidik lebih mengarah ke penanaman budi pekerti selain memberikan materi sedangkan mengajar hanya terfokus pada penyampaian materi, yang penting materi tersampaikan tak peduli murid mengerti atau bahkan tidak sama sekali. Jakarta banjir memang bukan masalah baru di Indonesia. Hal ini sudah seperti 'bencana langganan' ibukota. Tiap tahun banjir, tiap tahun pula muncul bermacam-macam opini mulai dari rakyat hingga pejabat. Tak ketinggalan opini tentang pemindahan ibukota negara. Banyak yang pro dan banyak pula yang kontra atas wacana tersebut. Pihak yang pro berargumen bahwa Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi ibukota negara. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari kemacetan yang tak pernah teratasi, banjir hebat, hingga kriminalitas yang sangat tinggi. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno juga pernah melontarkan gagasan serupa. Beliau berpendapat bahwa ibukota negara layak dipindah ke Kota Palangkaraya, yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Kota Palangkaraya dinilai kota yang ideal sebagai ibukota negara karena selain penduduknya tidak terlalu banyak, jarang sekali terjadi bencana alam di kota ini. Namun, itu pendapat Ir. Soekarno sekitar 55 tahun yang lalu. Apakah sekarang masih relevan untuk diwujudkan ? Mengingat kondisi Jakarta sekarang ini sangatlah kompleks dibanding 55 tahun yang lalu. |
AuthorIzza Akbarani
|